Erdoğan mencoba secara bertahap mengarahkan Turki yang punya sejarah panjang sekuler lebih dekat ke situasi Islami. Indonesia tidak punya konflik agama- negara setajam Turki. Mestinya starting point Indonesia lebih mudah untuk mencapai arah yang dituju Erdoğan- Adalet ve Kalkınma Partisi (AKP). Itu sebabnya pendekatan transformasinya pun harus berbeda.
Pekerjaan rumah insan pergerakan adalah membangun rumah yang ramah untuk semua segmen masyarakat tanpa perlu mempersoalkan latar belakang ideologinya. Saya menyebutnya “Rumah Inklusif”. Erdoğan yang di mata internasional maupun publik Turki, dinilai lahir dari rahim pergerakan Islam misalnya, merangkul berbagai kalangan untuk bersama-sama mencapai visi besar bangsa mereka. Mungkin itu sebabnya mengapa AK Parti lebih diminati dari Saadet Partisi. Sebab di situ ada nilai inklusifisme. AKP dirancang untuk menjadi rumah yang nyaman untuk semua kalangan.
Erdoğan tidak menonjolkan simbol-simbol keislaman yang kental tapi terdepan dalam hal pembelaan bangsa-bangsa muslim tertindas. Turki menampung pengungsi dari Suriah dan baru-baru ini menunjukkan empati luar biasa pada teror yang menyasar warga Muslim di Selandia Baru. AKP menjawab semua keraguan dan tudingan dengan kerja nyata yang terasa bedanya. Maka wajar jika publik Turki yang masih sekuler sekalipun mau memilih mereka.
Paling tidak ada dua narasi utama yang dibangun Erdoğan: inklusifisme dan politik gagasan. Saya kira partai di tanah air yang sedang belajar dan terus belajar untuk narasi itu adalah PKS. Inklusifisme itu dibangun melalui film 8 Stories misalnya. Untuk aspek gagasan contohnya dibangun melalui isu SIM Seumur Hidup.
Dua narasi tersebut lebih jauh, secara smart, dikaitkan dengan dua unsur pemilih yang potensial berpengaruh yakni kalangan milenial (film 8 Stories) dan kalangan ojek-supir online yang menjamur di perkotaan (Penghapusan Pajak STNK dan SIM Seumur Hidup). Dengan demikian PKS berkampanye dengan efisien. Perhatikan bahwa simbol-simbol keislaman sejatinya tidak di-zahir-kan di sini. Namun, napas dari kedua gagasan tersebut lahir dari rahim Islam. Jika kita mencoba mencari kalimat filosofis untuk merangkum semua nilai itu maka kita akan bermuara pada frasa: Islam rahmatan lil alamin.
[Kırıkkale, 25 Maret 2019]
Leave a Reply